Apa Itu Cancel Culture ? Inilah 6 Tips Agar Tidak Terjebak, Nomor 3 Patut Ditiru !

0

Baru-baru ini banyak sekali yang membahas terkait berita selebriti yang dapat menimbulkan cancel culture dari pihak netizen.

Dilihat dari komponen katanya, cancel culture berasal dari dua kata dalam bahasa Inggris yang memiliki berasal dari kelas kata verba dan nomina, yaitu cancel berarti membatalkan, menghapuskan, mencabut, memutuskan, pembatalan sementara culture berarti budaya.

Dikutip dari djkn.kemenkeu.go.id, cancel culture mengacu pada sebuah praktik yang tengah populer di media dengan usaha mengumpulkan dukungan dari pihak tertentu untuk meng-cancel seseorang yang telah melakukan (tindakan) atau menyatakan (ucapan) sesuatu yang tidak menyenangkan (ofensif).

ads by posciety

Opini orang atau pelaku yang melakukan cancel culture akan dianggap tidak layak lagi untuk didengar dan bahkan tidak layak mendapatkan dukungan.

Dalam bahasa Indonesia terdapat sebuah pribahasa yang cocok dengan cancel culture, yaitu nila setitik rusak susu sebelanga yang berdampak pada kepercayaan orang terhadap dirinya.

Biasanya orang yang mengalami fenomena ini berasal dari tokoh-tokoh masyarakat, seperti politisi, pemuka agama, selebriti, dan aparatur negara.

Secara umum terdapat 3 ciri psikologis orang yang melakukan cancel culture, di antaranya menyadari terdapat hal-hal negatif pada korban, merasakan energi negatif (marah, sedih, dan kesal), dan merasa harus menyakiti korban.

Lalu seperti apa dampak nyata yang dapat merugikan kesehatan mental akibat dari fenomena cancel culture? Berikut ini orang-orang yang terdampak cancel culture.

Bagi Korban

Bullying merupakan dampak nyata yang membuat para korban mengalami intimidasi dan gangguan kesehatan mental. Gangguan kesehatan yang mungkin akan menyerang diri korban adalah meningkatnya rasa kecemasan, depresi, dan keinginan bunuh diri.

Bagi Pelaku

Berkurangnya dukungan atau bahkan hilangnya respect dari orang-orang terhadap dirinya. Pelaku akan dikucilkan, dijauhi sehingga membuatnya terkurung dalam kesepian. Karena apapun tindakan dan ucapannya tidak akan mudah menarik empati dan simpati orang lain.

Bagi Pengamat

Selain pelaku dan korban, pengamat juga akan mendapatkan dampak dari peristiewa cancel culture. Meskipun hanya menjadi orang ketiga, pengamat yang telah di bulnder ragam opini tentunya bisa menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran terhadap dirinya.

Selain itu, posisi pengamat ini juga bisa membuat dirinya cenderung mengubah pola pikir sehingga melawan arus dan akan sulit membedakan siapa pelaku dan siapa korban.

Lebih buruknya lagi, pengamat ini bisa menstigma dirinya akan mendapatkan hal serupa. Apalagi jika gender yang dimilinya sama dengan gender korban dari cancel culture.

Saat ada sebuah fenomena cancel culture di media online maupun offline, penting untuk menjaga diri demi kesehatan mental yang baik.

Ketika terjadi fenomena cancel culture lebih baik mengendalikan diri dan pikiran lebih dahulu, llau apa saja yang bisa dilakukan untuk mencegah dampak cancel culture? Berikut tipsnya;

  1. Posisikan diri menjadi orang yang netral (tidak berpihak pada korban atau pelaku)
  2. Kumpulkan berita atau informasi yang jelas dan kredibel dari portal media pemerintah
  3. Hindari untuk memposting konten yang memicu emosional pembaca
  4. Berbicara sewajarnya dan jangan melebih-lebihkan informasi
  5. Biasakan untuk menjadi pendengar daripada pembicara
  6. Jika merasa cemas dan berlebihan, gunakan media sosial seperlunya

Jika merasa tidak nyaman dengan fenomena cancel culture, ada baiknya menjauhkan diri dari kehidupan media sosial. Ini salah satu cara diri mendetoks kesehatan mental agar tidak mudah terpancing dan terpengaruh oleh opini.

Artikel Lainnya
Berikan Komentar

Website ini menggunakan cookie untuk pengalaman yang lebih baik Setuju & Tutup Selengkapnya