Ditugaskan Negara – Aku Bertahan dalam Rindu & Kesepian Hingga ia Kembali

0

Namaku Ribka, pacarku bernama Noveri. Berawal dari 14 Februari 2016, semua dinamika cerita dimulai. Lokasi yang tak mendukung logika berfikirku, “tak mungkin di tempat ini”. Aku pun menikmati ajakannya tuk pergi kesuatu Mall dan dia menawarkan beberapa tempat yang akan kami kunjungi. Restoran dan Bioskop menjadi tempat kami bersinggah.

Awalnya semua berjalan dengan baik, namun kali ini, di hari ini, dia terlihat agak berbeda. Sedikit kikuk dan gelisah seperti ingin menyampaikan sesuatu namun terganjal sesuatu. Ya, kami memutuskan tuk makan terlebih dahulu, dia memesan steak dan jus jeruk sebagai andalan dimanapun kami makan. Sedangkan aku hanya memesan secangkir teh karena tidak merasa lapar sama sekali.

Tiba-tiba dia bertanya “Jadi gimana? Ada yang ngasih cokelat gak ke lu? Berapa banyak cowok yang ngucapinnya?”. Aku pun tersentak bingung dan berfikir “Gimana ada yang ngasih cokelat, sedangkan kamu aja udah jemput aku dari jam 10 pagi tadi”. “Hmm… Kalo yang ngasih cokelat sih gak ada, gak tau deh kalo yang ngucapin soalnya ga ngecheck hp” jawabku. Dia pun terdiam dan tersenyum tipis.

Setelah makan, kami melanjutkan tuk menyaksikan film “London Love Story”, ya pada saat itu film ini sangat diminati banyak pasangan kekasih yang memenuhi bioskop. Layaknya streaming di YouTube, aku pun duduk diam dan menyaksikan film itu dengan baik.

Memasuki meni ke 50, aku keluar bioskop dan menuju ke toilet, sengaja berlama-lama di toilet karena merasa kurang nyaman. Disaat aku kembali ke dalam bioskop, di ruangan gelap yang ada setitik cahaya yang menuju layar aku pun masih meraba-raba jalan agar tak jatuh. Aku melanjutkan menonton film. Filmnya pun selesai dan semua banyak orang belum keluar ruang bioskop, aku pun bingung. Ketika hendak berdiri, dia menahanku dan tiba-tiba ada seorang cowok (sebenarnya itu teman dia yang sudah direncanakan untuk hari itu) menghampiri kami berdua dengan membawa 1 kotak cokelat besar dan serangkaian bunga.

Lalu dia berlutut di hadapanku dan berkata “Aku udah mengenalmu sejak lama, rasa sayang ini udah ada dari dulu. Mau gak jadi pacarku?” sentak aku heran dan tersipu malu. Dilihatin banyak orang, banyak yang baper sama keromantisannya. Aku menjawab “Iya, aku mau”. Aku menjawab “Iya” bukan karena oranglain, tapi memang dari pertama kali kenalan, aku udah menaruh perasaan padanya.

Selang beberapa minggu kami jadian, sungguh amat manis hubungan ini, pembawaaan yang sungguh membuatku terkesan dan sangat berwibawa. Sungguh kukatakan, dia pria yang berbeda dengan pria lainnya.

Memasuki usia hubungan kami yang ke 6 bulan, dia mulai menjalani masa pendidikannya, aku mulai menjalani hariku tanpa dirinya disampingku. Sungguh bangga sekaligus sedih, karena sehari sebelum keberangkatannya dia datang menemuiku, permisi tuk tak disisiku selama 2 bulan pertama. Kecupan di keningku melambangkan bahwa dia benar akan menghilang dilatih negara. Negara mengambilnya tuk belajar pengabdian.

Aku mencoba menjalani hari-hariku tanpanya yang sebelumnya dia selalu mengantar dan menjemputku di kampus, kini akunya bermodalkan ongkos angkutan umum tanpa teman bercanda diperjalanan. Sepanjang jalan ke kampus, selalu menggali ingatanku tentangnya dan kembali rindu itu datang dan mengambil moodku. Ya, sungguh jahat rindu itu, datang menghampiri pikiran dan akhirnya merenggut suasana hati. Tapi kembali lagi, aku bersajakkan kepercayaan bahwa dia juga merinduku.

Sesampai di kampus, mata kuliah yang masuk pada saat itu Poetry Class. Teman dekatku Luita menyenggol lenganku dan berkta “This is your chance to show what you feel now, write some poem then send it to him“. Benar saja, pikiranku bekerjasama dengan hatiku, akupun menjadi seorang penyair seketika.

Kutuliskan puisi tentang rindu tuk kekasih yang sedang jauh dari pandangan. “Wow, your poem is excellent. It makes me in to your words” kata Dosenku. Bangga memiliki kekasih yang membuatku rindu, sekaligus mengubah hobiku. Ya, kini hobiku merindu sambil berpuisi.

Tak lama lagi kelas akan berakhir, aku masih saja di dalam kelas keasikan menulis karangan rindu, namun salah satu temanku bertanya “Kenapa akhir-akhir ini kok makin mellow? Makin lebay lagi buat buat puisi rindu“. Aku jawab “Kekmanalah mau kubuat? Pacarku pendidikan, kami itu ga ada komunikasian sama sekali, gak ada jumpa juga. Kan aku rindu, yang biasanya dia mewarnai hari-hariku, jadi kurang bewarna kalo gak ada dia”. Lalu dia menjawab dengan lantang “Ah, betullah? Hati-hatilah kau. Taulah kau kan gosip-gosip mengenai polisi yang baru jadi!” Aku dengan polosnya bertanya “Memang kenapa? Gosipnya apa? Aku gak tau (dengan raut wajah khawatir)“. Dia makin membakar suasana “Yah, taulah. Mereka mana lah lagi mau sama anak kuliahan, secara masa depan mereka udah menjamin, ya mereka cari yang udah menjamin juga dong. Nah kita yang anak kuliahan ini bisa apa? Bisa jadi teman disaat dia susah aja, kalo mereka udah sukses? Ya mereka ninggalin kita, karena udah banyak kasus seperti itu“.

Mataku berkaca-kaca, entah ini karena takut atau rasa sakit karena rindu, atau karena khawatir yang dikatakan temanku benar akan terjadi, tapi tetap aja temanku Naila memperburuk suasana hati ini. Sambil ngecheck hp, belum ada tanda-tanda dia muuncul, ya wajar saja masih awal-awal pasti belum bisa melakukan komunikasi. Bergelut dengan rindu selama 2 bulan, aku tetap pada aktivitasku yang selalu mencoba tuk mengabaikan perasaan dan rinduku.

Pada ujung bulan, aku lompat kegirangan, dia mengabariku, setelah sekian lama. Tapi kucoba mengontrol hatiku dan berkata tuk menguatkan jiwa karena teringat kata-kata temanku tempo lalu. Ya, dia langsung datang menjumpaiku, dia berada di gerbang luar, tersenyum manis dan dengan perubahan fisik yang drastis. Kulitnya semakin gelap dan badan yang semakin kurus ditambah lagi kapalan memenuhi jari tangannya. Aku menghampirinya dan dia datang mengikatku dalam pelukannya dan berkata “Aku rindu, rindu serindu-rindunya. Baguslah kau sehat dan berat badanmu gak turun“. Aku tertawa kecil sambil memukul pelan dadanya “Aku juga rindu, aku gak kurus bukan karena aku gak rindu tapi karena pesanmu yang mengharuskanku makan walaupun rindu”. Dia tersenyum bahagia sambil menghapus air yang mengalir di pipiku. “Baguslah, aku gak mau kau sakit, aku gak mau kau itu rindu terus gak mau makan. Apalagi aku jauh, aku gak mau kau diantar sama cowok lain“. Aku tersenyum dan berkata dalam hati “Kau masih pria yang sama, kau bukan seperti pria yang dikatakan temanku“.

Selanjutnya kami melakukan aktivitas kami menuju mall dan kembali menonton bioskop (karena hobi dia yang suka nonton) tuk melepaskan rindu. Akhirnya dia mendapatkan pangkat cengkok satunya, dia sudah sah jadi pengabdi negara. Baiknya lagi, dia masih tetap sama dengan pertama kali kami bertemu, masih tetap menjadi alasanku tuk merindukan sosoknya yang hangat dan manis.

Tak mempedulikan seragamnya, dia masih mencintaiku selayaknya aku itu princess hehe… Banyak cobaan yang menjadi drama dalam hubungan kami, tapi tak menjadikan itu sebagai pemisah. Walau bosan dan kesal menghampiri, tetap saja kembali pada hati yang sama. Masalah ini justru menjadikan kami pribadi yang saling menguatkan, saling mempertahankan hubungan, dan gimana pendapat orang lain tentang dia. Ya, tetap saja banyak yang berkomentar miring, tapi tetap kukatakan “Dia bukan pria yang seperti itu!”.

Lagi lagi dia selalu memberi penguatan dari perasaannya sendiri. Tetap berdiri di posisi dimana aku bisa menyebutnya “Teman Hidup”. Hari ini, aku membuktikan kepada semua teman-temanku bahwa kenyataan yang harus mereka terima ialah, kami tetap berhubungan baik bahkan hingga pada saat ini. Walau jarak dan rindu yang memisahkan, tak menjadi batu sandungan diantara kami tuk berpisah. Dari semua komitmen yang kami jaga, kami berharap kami berada di satu pulau yang sama dan beratapkan genteng yang sama. Kami sedang diproses, proses menuju jalan Tuhan yang terbaik.

Artikel Lainnya
Berikan Komentar

Website ini menggunakan cookie untuk pengalaman yang lebih baik Setuju & Tutup Selengkapnya