
Banyak netizen yang terheran-heran akan pertanyaan yang Pak Jokowi lontarkan terhadap Capres & Cawapres No 2 tentang perekembangan E-sport di Indonesia yang dilanjutkan dengan “Mobile Legends“. Apa maksudnya millenials harus berhenti main Mobile Legends?
Netizen berpikir bahwa pertanyaan Capres No 1 terlihat ngawur dan terlihat gak bermutu, padahal jika kita gali lebih dalam tentang dunia E-sport ternyata game termasuk dalam kategori subsektor ekonomi kreatif yang artitnya game bukanlah sesuatu yang hanya berdampak buruk tetapi juga memiliki maanfaat untuk perekonomian.
Apa Itu E-sport?
E-sports adalah olahraga yang dilakukan melalui media elektronik seperti komputer, konsol, handphone, dsb.
Sebelumnya, e-sports sama sekali tidak dikenal. Akan tetapi, sekarang ini fenomena e-sports terus berkembang dan mulai memancing perhatian dari berbagai kalangan, mulai dari gamers, media, hingga perusahaan-perusahaan besar yang sama sekali tidak bergerak di bidang e-sports.
Baca Juga:
Pada tahun 1972, masa yang mungkin ketika itu komputer masih jarang ditemui, belum ditemukannya jaringan internet dan belum berkembangnya sebuah game, telah adanya sebuah kompetisi game yang telah diselenggarakan oleh Universitas Stanford. Para murid diundang ke dalam sebuah kompetisi yang diberi nama Intergalactic Spacewar Olympic, sebuah kompetisi game yang berjudul Spacewar yang hanya berhadiah satu tahun langganan majalah Rolling Stone yang tengah hits pada zamannya. Berbeda pada jaman sekarang dimana telah hadir berbagai kompetisi game dengan hadiah beasiswa, piala penghargaan, bahkan uang tunai.
Benarkah Game Termasuk Subsektor Ekonomi?
Meningkatnya penggunaan teknologi oleh masyarakat dalam berbagai fitur digital seperti Sosial Media, YouTube, dan Game pasti membuat mereka terampil menggunakannya. Namun dengan pengembangan jaman, aplikasi-apliskasi tersebut berubah dan didesain sebaik mungkin dengan tujuan agar masyarakat dapat lebih mudah menggunakannya sehari-hari.
Dari sumber Bekraf meyebutkan bahwa subsektor ini masih menghadapi berbagai tantangan. Beberapa diantaranya adalah keterbatasan sumber daya manusia (SDM) baik secara kuantitas atau kualitas. Sedikitnya minat investor pada industri ini, belum adanya kebijakan proteksi yang memihak pada kepentingan developer domestik dan juga perbedaaan pandangan antara generasi milenial dan generasi tua soal e-sport.
Sering kali masyarakat Indonesia memandang eSport sekadar hobi main game pengisi waktu luang, bukan olahraga yang bisa ditekuni secara profesional. Situasi inilah yang menyebabkan ekosistem subsektor ini belum terbangun secara maksimal.
Melalui peran setiap deputi, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mengelola subsektor aplikasi dan pengembangan permainan lebih serius. Bekraf bisa melakukan beberapa hal yaitu menginisiasi munculnya lebih banyak inkubator pengembang aplikasi dan permainan, memasukkan unsur-unsur aplikasi dan permainan ke dalam dunia pendidikan, memproteksi para pengembang lokal, dan membantu mereka dalam mempromosikan karya-karyanya.
Alasan Kenapa E-sport Harus Diperdebatkan
Jika adanya dukungan untuk para atlet E-sport, mereka pasti tidak akan menyerah terhadap situasi dan isu-isu dimana sering kali disebutkan bahwa seorang game adalah orang anti sosial. Padalah game merupakan tindakah sosial lewat media digital karena game mempunyai fitur chat dan streaming saat bermain.
Jikala pemerintah dapat mendukung prosedur pengembangan game di Indonesia ini maka akan memungkinkan munculnya peluang lapangan kerja baru untuk generasi milenial dalam kemoderenan terhadap pengembangan game di Indonesia. Atlet e-sport juga akan lebih dihargai oleh masyararkat karena dalam cabang olahraga game, atlet e-sport merupakan perwakilan negara yang sama berjuang untuk meraih penghargaan yang akan dia bawa untuk negaranya.
Jadi, jika kalian yang masih bingung kenapa pak jokowi ngomongin e-sport di debat tanggal 13 april kemarin, mungkin hal ini bisa sedikit menjelaskan kepada kalian bahwa e-sport bukanlah sesuatu yang hanya berdampak negatif saja.