Di pedalaman pulau Jawa Barat terdapat sebuah tempat yang sedikit orang beraktivita, bahkan warga sekitar tidak ada yang berani melalui wilayah tersebut karena dikenal angker dan menyeramkan apa lagi jika waktu sore hingga malam hari.
Wilayah yang dikenal angker ini sering dilewati oleh para santri, karena itu adalah jalan satu-satunya yang dapat dilewati jika ingin masuk ke pesantren.
Keluarga santri yang ingin menjengukpun tidak ada yang berani datang sore hari, mereka memiliki datang pagi hari dan kembali ke rumah pada siang hari agar ketika melewati wilayah seram itu dalam keadaan terang matahari.
Pesantren ini didirikan pada tahun 1919 oleh seorang Kyai ternama dan kaya raya pada saat itu , walaupun bergelimbang harta, sang kyai tetap memikirkan budaya dan Agama. Maka dari itu, Kyai memutuskan untuk mendirikan pesantren di tanah miliknya untuk mempertahankan budaya dan Agama agar generasi-generasi setelahnya tetap berpegang teguh pada Agama Islam dan menghargai budaya lokal.
Pada tahun 2000, para pengurus pesanten ini berniat untuk memiliki bangunan yang modern agar mengikuti jamannya sekaligus menggantikan bangunan-bangunan yang sudah rapuh yang diperkirakan akan rubuh dalam waktu dekat. Semua bangunan-bangunan lama dihancurkan dan digantikan oleh bangunan baru sekaligus memperluas area pesantren.
Pada beberapa bangunan yang dirubuhkan terlihat hal-hal aneh terjadi seketika saat bangunan jatuh, mulai dari suara tangisan perempuan, suara kuda lari, sampai sumur yang tiba-tiba tertutup tanah dan tidak berbekas.
Tidak hanya itu, beberapa kuli bangunan juga kesurupan bahkan sampai melompat dari atas bangunan hingga mati. Beberapa kuli bangunan yang selamat dan menyaksikan kejadian ini lari terbirit-birit menuju kantor pusat kepengurusan yang lokasinya berada di atas bukit namun tidak terlalu jauh.
Sambil menangis dan ketakutan para kuli menceritakan kejadian tadi kepada para ustadz yang hadir di kantor kepengurusan. Semuanya segera bergegas ke lokasi kejadian dan membersihkan mayat serta menyadarkan beberapa kuli bangunan yang masih kesurupan.
2 hari kemudian tepatnya pada hari Kamis, para Ustadz merencanakan untuk melakukan pengajian pada malam harinya bersama para santri dan berniat untuk mengusir makhluk halus yang mengganggu penduduk pesantren.
Pada pukul 20:00 WIB setelah semua penduduk pesantren menyelesaikan aktivitasnya semua berkumpul di aula tua yang belum dirubuhkan karena aula ini akan menjadi bangunan terakhir yang direnovasi setelah bangunan lain selesai. Aula ini cukup luas, mampu menampung 300 santri dan 90 kuli bangunan.
Tidak lama kemudian, para Ustadz pun tiba dan pengajian pun segera dimulai.
Setelah pengajian bersama selesai, salah satu Ustadz yang bernama Ustadz Fajri memulai ritualnya untuk berinteraksi dengan makhluk halus dan berniat untuk meminta mereka pergi dari wilayah pesantren dan jangan mengganggu penduduk pesantren.
Di tengah-tengah diskusinya bersama makhluk halus, tiba-tiba Ustadz Fajri terjatuh lemas hingga kepalanya terbentur lantai yang menyebabkan kepalanya berdarah. Ustadz Fajri pun memberitahukan kepada para Ustadz dengan suara serak dan lemas “ajak semuanya pergi dari sini dan berlindung di bukit untuk sementara waktu”, ucapnya. Ustadz Fajri pun meninggal setelah menyampaikan pesan tersebut.
Ketika di pertengahan jalan ke atas bukit, terdengar suara menyeramkan dan sangat kencang “Kalian tidak akan lolos malam ini, tidak akan pernah lagi melihat matahari”, seketika semuanya berhenti melangkah dan ketakutan.
Para Ustadz mencoba menenangkan para penduduk pesantren, lalu salah satu Ustadz bernama Fahmi pun berteriak dan mencoba berkomunikasi dengan suara tersebut.
“Apa salah kami? Tidakkah semuanya bisa diselesaikan dengan baik?”, ucap Ustadz Fahmi.
Lalu terdengar kembali suara kencang yang menakutkan “Kalian telah menghancurkan kerajaan kami, kami akan hancurkan kalian malam ini juga sesuai perjanjian”, suara makhluk halus.
Salah satu Ustadz tertua bernama Tara menepuk pundah Ustadz Fahmi dan mengucapkan “Kita telah melakukan kesalahan, kita mengabaikan pesan Kyai untuk tidak menghancurkan bangunan tua yang berada di ujung timur pesantren”, ucapnya dengan suara pelan dan takut.
Ternyata, ketika merencanakan renovasi bangunan pesantren, para Ustadz pun sepakat untuk mengabaikan pesan Kyai sang pendiri bangunan yang selama bertahun-tahun selalu dituruti dari generasi ke generasi.
Tapi kali ini pesan sang Kyai untuk tidak menghancurkan bangunan tua di ujung timur pesantren diabaikan dengan alasana bangunan tersebut menakutkan dan tidak bisa digunakan.
Pada tahun 1915 – 1918 sang Kyai pendiri pesantren merupkan orang kaya raya yang tamak dan jahat, hingga pada akhirnya berniat untuk merubah diri menjadi orang baik sekaligus menjadi Kyai dan mendirikan pesantren agar orang-orang baik bertambah banyak.
Karena pernah bersekutu dengan makhluk halus dalam kejahatan-kejahatan yang pernah dilakukannya, sang Kyai pun harus membuat perjanjian dengan makhluk halus jika ingin mengubah diri menjadi orang baik.
Perjanjiannya adalah mendirikan bangunan yang di bawahnya terdapat kerajaan ghaib yang dihuni oleh makhluk halus yang selama ini bekerjasama dengan sang Kyai semasa mudanya.
Tidak terdengar ada suara lagi dari makhluk halus, para penduduk pesantren pun melanjutkan perjalanannya ke atas bukit. Sekitar pukul 23:23 malam itu, tiba-tiba bukit terbelah menjadi 2 bagian.
Satu-satunya jalan untuk menuju ke atas bukit pun tanahnya retak dan terbelah hingga terlihat isi bagian dalam dari bukit itu yang sangat menyeramkan. Di dalamnya terdapat api yang sangat panas, jutaan keping emas, dan makhluk halus yang menyeramkan.
Semua penduduk pesantren berlarian untuk menyelamatkan diri masing-masing, tapi pada malam itu tidak ada satupun yang selamat karena semuanya terjatuh ke dalam perut bukit yang mengerikan.
Hingga saat ini, tidak ada seorangpun yang mengetahui apa yang terjadi pada pesantren tersebut karena tidak ada satu orangpun yang menjadi saksi.
Keluarga santri, warga sekitar, bahkan pihak kepolisian pun datang ke pesantren setelah beberapa bulan kejadian itu karena ada beberapa keluarga yang melaporkan bahwa di pesantren tersebut tidak ada aktivitas dan tidak ada satu orangpun yang tinggal. Pesantren pun semakin tua di makan usia dan kondisinya semakin menakutkan.
CerPen ini hanya fiktif belaka, nama tokoh, tempat, dan hal apapun semuanya fiktif.