Pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja Dianggap Merugikan Buruh di Indonesia

0

Posciety.Com – Omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja resmi disahkan DPR menjadi Undang-Undang (UU) pada Rapat Paripurna ke-7 masa persidangan I 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/20).

Pengesahan RUU Cipta Kerja ini bersamaan dengan penutupan masa sidang pertama yang dipercepat dari yang direncanakan, pada 8 Oktober 2020 menjadi 5 Oktober 2020.

RUU Cipta Kerja merupakan RUU yang diusulkan Presiden dan merupakan RUU Prioritas Tahun 2020 dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020. Isi RUU Cipta Kerja didukung oleh seluruh partai pendukung koalisi pemerintah. Sedangkan, 2 fraksi menyatakan menolak RUU menjadi UU Cipta Kerja ini yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat.

ads by posciety

Tujuh fraksi partai pendukung RUU Cipta Kerja untuk disahkan menjadi UU antara lain Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas pun mengatakan, pada bab-bab terakhir pembahasan RUU tersebut bahkan dilakukan di akhir pekan. Secara keseluruhan, Baleg DPR RI dan pemerintah telah melakukan 64 kali rapat.

“Rapat 64 kali, 65 kali panja, dan 6 kali timus timsin, mulai Senin- Minggu, dari pagi sampai malam dini hari, bahkan reses melakukan rapat di dalam atau di luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR,” kata dia dalam Rapat Paripurna DPR RI dilansir dari Kompas.Com, Senin (5/10/2020).

Secara keseluruhan, RUU yang disusun dengan metode omnibus law itu terdiri dari 15 bab dan 174 pasal dari yang sebelumnya 15 bab dengan 185 pasal.

Secara keseluruhan, ada 1.203 pasal dari 73 undang-undang terkait dan terbagi atas 7.197 daftar inventarisir masalah (DIM) yang terdampak RUU tersebut.

Tujuan RUU Cipta Kerja Dipercepat

Pembahasan RUU Cipta Kerja oleh pemerintah dan DPR untuk disahkan menjadi UU Cipta Kerja ini terbilang kilat dibandingkan dengan pembahasan RUU lainnya. Bahkan, awalnya RUU Cipta Kerja bisa selesai sebelum 17 Agustus 2020 meskipun di tengah Pandemi COVID-19.

Dengan dipercepatnya pembahasan RUU ini diklaim demi kemudahan investasi di Indonesia. Pemerintah dan Baleg RI memang sempat menunda pembahasan Klaster Ketenagakerjaan ini setelah mendapat perintah resmi dari Presiden Joko Widodo pada 24 April 2020 lalu.

Hal ini untuk merespon tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster tersebut. Dengan disahkannya omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja, diharapkan bisa mendorong peningkatan investasi, terutama investasi asing di Tanah Air.

Peningkatan investasi, menurut pemerintah, akan mengatrol pertumbuhan ekonomi sekaligus menciptakan peluang kerja lebih banyak terutama di masa pandemi COVID 19.

Dampak Bagi Buruh

Serikat pekerja menyatakan kecewa dengan hasil pembahasan RUU Cipta Kerja, antara lain FSPM dan FSBMM, SERBUK Indonesia, PPIP, FSP2KI, dan FBTPI. Ketua Umum SERBUK Indonesia menilai, pekerjaan baru yang dijanjikan oleh omnibus law ini bukanlah pekerjaan nyata.

“Kita tidak dapat pulih secara ekonomi dengan dasar upah murah dan pekerjaan yang tidak terjamin. Hanya pembelanjaan (konsumsi) domestik dengan dasar pekerjaan tetap dan upah layak yang dapat membantu Indonesia pulih dari pandemi,” ujarnya melalui keterangan resminya.

Menurut dia, pekerjaan baru yang dijanjikan pemerintah adalah pekerjaan berupah murah dan bersifat sementara. Bahkan dia berpendapat, pemulihan ekonomi tidak akan datang dari investasi asing yang masuk ke Indonesia.

RUU Cipta Kerja hanya salah satu bagian dari omnibus law. Dalam omnibus law, terdapat tiga RUU yang siap diundangkan, antara lain RUU tentang Cipta Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

Namun demikian, omnibus law Cipta Kerja jadi RUU yang paling banyak jadi sorotan publik. Selain dianggap memuat banyak pasal kontroversial, RUU Cipta Kerja dinilai serikat buruh hanya mementingkan kepentingan investor.

Kompas.com mencatat pasal-pasal bermasalah dan kontroversial BaB IV tentang Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja, yaitu kontrak tanpa batas (Pasal 59), hari libur dipangkas (Pasak 79), aturan soal pengupahan diganti (Pasal 88), sanksi tidak bayar upah dihapus (Pasal 91), dan hak memohon PHK dihapus (Pasal 169).

Berikut ini poin-poin RUU Cipta Kerja yang disorot buruh yang bersumber dari KSPI:

  1. Upah didasarkan per satuan waktu. Ketentuan ini membuka ruang adanya upah per jam. Ketika upah dibayarkan per jam, maka otomatis upah minimum akan hilang.
  2. Upah minimum hanya didasarkan pada UMP, Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK), dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/ Kota (UMSK) dihapus.
  3. Sanksi pidana bagi pengusaha yang membayar upah di bawah upah minimum dihilangkan.
  4. Tidak ada denda bagi pengusaha yang terlambat bayar upah.
  5. Pekerja yang di-PHK karena mendapatkan Surat Peringatan Ketiga tidak lagi mendapatkan pesangon.
  6. Pekerja yang mengundurkan diri tidak mendapatkan apa-apa.
  7. Pekerja yang di-PHK karena terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan tidak lagi mendapatkan pesangon.
  8. Pekerja yang di-PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), tidak lagi mendapatkan pesangon.
  9. Pekerja yang di-PHK karena perusahaan pailit tidak lagi mendapatkan pesangon.
  10. Pekerja yang meninggal dunia, kepada ahli warisnya tidak lagi diberikan sejumlah uang sebagai pesangon.
  11. Pekerja yang di-PHK karena memasuki usia pensiun tidak lagi mendapatkan pesangon.
  12. Pekerja yang di-PHK karena mengalam sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja ketika di-PHK tidak lagi mendapatkan pesangon.
  13. Membebaskan kerja kontrak di semua jenis pekerjaan.
  14. Outsourcing bebas dipergunakan di semua jenis pekerjaan dan tidak ada batas waktu.
  15. Kewajiban TKA untuk memahami budaya Indonesia hilang. Dengan demikian, TKA tidak diwajibkan bisa berbahasa Indonesia.
Artikel Lainnya
Berikan Komentar

Website ini menggunakan cookie untuk pengalaman yang lebih baik Setuju & Tutup Selengkapnya