
Porang : Umbi Sumbernya Cuan yang Belum Dioptimalkan
Porang adalah tanaman umbi-umbian dengan nama latin Amorphophallus muelleri. Porang dulunya dikenal sebagai tanaman liar di pekarangan rumah. Namun kini porang dibudidayakan oleh para petani di beberapa daerah di Indonesia. Dilihat dari segmen pasar ekspor, umbi porang paling banyak dicariunruk diolah. Umbi dari porang yang sering dianggap masyarakat sebagai makanan ular. Namun eksistensinya di pasar ekspor seperti Jepang, China, Taiwan, dan Korea menjadi peluang bagi para petani.

Di daerah Jawa, tanaman ini dikenal dengan nama iles-iles. Porang diolah menjadi tepung yang dipakai untuk bahan baku industri untuk kosmetik, pengental, lem, mie ramen, dan campuran makanan. Dari beberapa literatur menyebutkan jika porang dijadikan sebagai tanaman budidaya pertanian dapat mendatangkan sumber cuan kebaruan.
Keunggulan porang perlu diketahui, yaitu dapat beradaptasi pada berbagai jenis tanah dan ketinggian antara 0 sampai 700 mdpl. Tanaman ini juga bertahan di tanah kering. Sehingga untuk masalah perawatan tidak terlalu menyulitkan para petani yang hidup di tanah kering. keunggulan lainnya ialah porang dapat ditanam dengan metode tumpang sari. Sehingga sangat cocok sekali untuk dijadikan produk unggulan para petani.
Namun untuk apa sih sebenarnya porang ini? Apa manfaat dari porang terhadap segmen pertanian? Apak benar jika tanaman umbi ini menjadi penghasil atau sumber cuan kekinian?
Baca Juga:
Biasanya bibit porang digunakan dari potongan umbi batang maupun umbi yang telah memiliki titik tumbuh atau umbi katak (bubil) yang ditanam secara langsung. Meskipun tanaman ini baru menghasilkan umbi yang baik pada usia di atas satu tahun sehingga masa panennya cukup lama.
Sumber cuan? Ya tentu saja. Ternyata jika diperhitungkan kembali dari harga pasarang porang di segmen pasar ekspor. Harga umbi porang segar mencapai Rp 4.000/kg. Sementara porang yang sudah diolah dan siap ekspor berkisar Rp 14.000/kg. Wah, menarik juga ya.
Porang dapat di ekspor ke negara mana saja ? Ini dia jawabannya, ternyata negara tujuan ekspornya antara lain Jepang, China, Australia, dan Vietnam. Berdasarkan data yang diperolah Badan Karantina Pertanian mencatat pada tahun 2018, ekspor tepung porang mencapai 254 ton dengan nilai Rp 11,31 miliar. Sentra-sentra pengolahan umbi porang menjadi tepung saat ini tersebar di Bandung, Maros, Wonogiri, Madiun, dan Pasuruan.
Saat ini Kementan pun tengah fokus mengembangkan tanaman porang karena memiliki pasar ekspor yang sangat menjanjikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, porang sedang dicoba untuk dikembangkan di seluruh Indonesia dan sentranya berada di Sidrap. Untuk meningkatkan budidaya porang guna mendongkrak komoditas pertanian agar berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional, nilai ekspor dan peningkatan kesejahteraan petani itu sendiri. Potensi pengembangan porang jelas besar karena Indonesia memiliki lahan marginal yang luas.
Pengembangan budidaya porang tidak hanya berfokus pada proses produksi tetapi juga membangun industri pengolahan. Sehingga para calon petani milenial dapat menginiasi budidaya porang dengan optimal melalui pendampingan teknologi. Budidaya porang adalah budidaya memanen cuan sebab memberikan keuntungan yang sangat besar. Misalnya, luas lahan porang yang budidayakan dalam 50 hektar. Hasil panenya bias mencapai 150 ton per hektar dalam 8 bulan, dengan harga Rp 8.000 per kilogram, maka dengan ini dapat memperoleh keuntungan Rp 1,2 miliar dengan total biaya hanya Rp 70 juta per hektar. Jadi bagaimana? Apa kamu tertarik untuk menanam porang?